Sabtu, 15 Juni 2024

Ibarat Lahir Kembali, Mulanya Mimpi

Torehan kepala tak beraturan menyatakan keras bahwa, jauh di dalam sana terdapat kesadaran yang telah direnggut paksa. Penayangan memorial disambut gelenyar malapetaka: terhasutnya atma dari bisik ragu animo yang tersisa. Alih-alih menggunakan kedua tangan sebagai pelindung jiwa-raga, mata dan telinga turut menolak proklamasi massa. Berbagai stigma nyaris memblokade kesempurnaan akal sehat yang tak bersalah hingga membuatnya putus asa.

Perlu diketahui, kesengsaraan itu bersifat sementara: tak memiliki arti apabila sumarah dianggap berjaya. Ia menginginkan kembali kebijksanaan sebuah citra. Maka, sabda Sang Agung adalah pertolongan pertama untuk diterimanya. Dalam setiap pinta yang sederhana, harap-harap langit akan menggaungkan utas berbahagia saat pejaman matanya terbuka. Bersedialah ia merangkai ulang beragam gunungan peristiwa dari baik-buruknya predestinasi yang begitu berkuasa.

 

"Wahai Bunga Tidur, jangan biarkan aku melindur."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mereka Ataukah Aku?

Kutatap jendela yang memantulkan wajahku sendiri. Samar, tetapi cukup untuk membuatku muak. Di luar sana, kota ini berdengung oleh mesin-mes...